Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
"Penggunaan BOS sekarang lebih fleksibel untuk kebutuhan sekolah. Melalui
kolaborasi dengan Kemenkeu dan Kemendagri, kebijakan ini ditujukan sebagai
langkah pertama untuk meningkatan kesejahteraan guru-guru honorer dan juga
untuk tenaga kependidikan. Porsinya hingga 50 persen," dikatakan Mendikbud
di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (10/02/2020).
Dijelaskan Mendikbud, setiap sekolah memiliki kondisi yang berbeda. Maka,
kebutuhan di tiap sekolah juga berbeda-beda. “Dengan perubahan kebijakan ini,
pemerintah memberikan otonomi dan fleksibilitas penggunaan dana BOS,” tambah
Mendikbud.
Pembayaran honor guru honorer dengan menggunakan dana BOS dapat dilakukan
dengan persyaratan yaitu guru yang bersangkutan sudah memiliki Nomor Unik
Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), belum memiliki sertifikasi pendidik,
serta sudah tercatat di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) sebelum 31 Desember
2019.
“Ini merupakan langkah pertama untuk memperbaiki kesejahteraan guru-guru
honorer yang telah berdedikasi selama ini,” ujar Nadiem.
Kebijakan ini merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar yang berfokus
pada meningkatkan fleksibilitas dan otonomi bagi para kepala sekolah untuk
menggunakan dana BOS sesuai dengan kebutuhan sekolah yang berbeda-beda. Namun,
hal ini diikuti dengan pengetatan pelaporan penggunaan dana BOS agar menjadi
lebih transparan dan akuntabel.
Penyaluran Makin Cepat dan Tepat Sasaran
Dana BOS merupakan pendanaan biaya operasional bagi sekolah yang bersumber dari
dana alokasi khusus (DAK) nonfisik. Percepatan proses penyaluran dana BOS
ditempuh melalui transfer dana dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) langsung ke
rekening sekolah. Sebelumnya penyaluran harus melalui Rekening Kas Umum Daerah
(RKUD) Provinsi. Tahapan penyaluran dilaksanakan sebanyak tiga kali setiap
tahunnya dari sebelumnya empat kali per tahun.
“Kita membantu mengurangi beban administrasi Pemerintah Daerah dengan
menyalurkan dana BOS dari Kemenkeu langsung ke rekening sekolah sehingga
prosesnya lebih efisien,” kata Mendikbud.
Penetapan surat keputusan (SK) sekolah penerima dana BOS dilakukan oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), kemudian disusul dengan
verifikasi oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota. Sekolah diwajibkan untuk
melakukan validasi data melalui aplikasi Dapodik sebelum tenggat waktu yang
ditentukan. Batas akhir pengambilan data oleh Kemendikbud dilakukan satu kali
per tahun, yakni per 31 Agustus. Sebelumnya dilakukan dua kali per tahun, yaitu
per Januari dan Oktober.
Selain kebijakan penyaluran dan penggunaan, pemerintah juga meningkatkan harga
satuan BOS per satu peserta didik untuk jenjang sekolah dasar (SD), sekolah
menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA) sebesar Rp100.000 per
peserta didik.
Untuk SD yang sebelumnya Rp800.000 per siswa per tahun, sekarang menjadi Rp900
ribu per siswa per tahun. Begitu juga untuk SMP dan SMA masing-masing naik
menjadi Rp1.100.000 dan Rp1.500.000 per siswa per tahun.
Makin Transparan dan Akuntabel
Merujuk pada Petunjuk Teknis (juknis) BOS Reguler Tahun 2020, peningkatan
transparansi penggunaan dana BOS oleh sekolah akan semakin optimal. Kemendikbud
mengharapkan laporan pemakaian dana BOS mampu menggambarkan keadaan penggunaan
BOS yang riil dan seutuhnya.
“Karena kita sudah memberikan otonomi dan fleksibilitas kepada Sekolah dan
Kepala Sekolah, maka kita juga memerlukan transparansi dan akuntabilitas
penggunaan dana BOS,” tutur Mendikbud.
“Dengan begitu, Kemendikbud bisa melakukan audit secara maksimal dalam upaya
perbaikan kebijakan pendanaan sekolah,” tambahnya.
Mendatang, penyaluran dana BOS tahap ketiga hanya dapat dilakukan jika sekolah
sudah melaporkan penggunaan dana BOS untuk tahap satu dan tahap dua. Sekolah
juga wajib mempublikasikan penerimaan dan penggunaan dana BOS di papan
informasi sekolah atau tempat lain yang mudah diakses masyarakat. (*)
Sumber:
kemendikbud
Tidak ada komentar